"Sapi-Pisang" menjadi focus Pemerintah Provinsi Sulut

DPRD1

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Utara, memenuhi undangan berdasarkan Surat Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Utara perihal Rapat Dengar Pendapat dengan DPRD Provinsi Sulawesi Utara berkaitan dengan keberadaan Orang Asing di Sulawesi Utara. Acara ini dihadiri langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Utara, Drs. Ferdinand N. Mewengkang, MM, dan anggota Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Utara. Pada kesempatan ini, Ketua Komisi I membuka secara langsung acara tersebut. Dalam sambutannya, Bapak Novi (sapaan akrab beliau) langsung menerangkan tentang masalah klasik yang dihadapi Provinsi Sulawesi Utara tentang orang asing tanpa dokumen, SAPI – PISANG, yang sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan, terutama yang bermukim di Kota Bitung dan Kabupaten Kepulauan Sangihe / Talaud. Beliau menandaskan bahwa perlu adanya penyelesaian yang komprehensif dalam menyelesaian masalah orang asing tanpa dokumen ini, tidak hanya pertemuan dan rapat koordinasi, melainkan aksi nyata yang dapat diukur kinerjanya, tentunya dengan melibatkan seluruh Stakeholder yang memiliki wewenang dalam permasalahan ini.

Kepala Kantor Wilayah, Pondang Tambunan, didampingi oleh seluruh Kepala Divisi dan Kepala UPT Keimigrasian, selanjutnya menyampaikan gambaran umum mengenai Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, beserta Unit Pelaksana Teknis yang berada di wilayah kerjanya. Lebih lanjut, dalam kaitannya dengan masalah Orang Asing tanpa dokumen, terutama yang “katanya” Warga Negara Philipina ini, berdasarkan data yang telah dikumpulkan didapati bahwa terdapat 1490 WNA Philipina yang tinggal di Sulawesi Utara, sedangkan yang telah memenuhi syarat untuk mendapatkan putusan menjadi Warga Negara Indonesia adalah sejumlah 58 orang. Untuk Imigrasi sendiri, adanya lonjakan turis dari Tiongkok juga menjadi permasalahan yang patut menjadi perhatian bersama, mengingat adanya kekurangan pegawai Imigrasi untuk menangani jumlah kedatangan penerbangan Internasional yang melonjak dengan jadwal yang padat . Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah pegawai di Tempat Pemeriksaan Imigrasi Bandar Udara Sam Ratulangi yang hanya berjumlah 7 orang. Pada bulan maret 2017, rencananya akan dilaksanakan FGD (Focus Group Discussion) untuk membahas masalah terkait Warga Negara Asing ini. Sedikit menambahkan mengenai tugas pemasyarakatan, Kakanwil juga menjelaskan tentang keberadaan Lapas Manado yang lokasinya kini berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat, sehingga diperlukan relokasi. Belum lagi tentang status tanah di beberapa Unit Pelaksana Teknis yang saat ini belum memperoleh sertifikat, juga kekurangan jumlah pegawai / petugas jaga, hal ini mempengaruhi faktor keamanan dari Lapas itu sendiri.

dprd3

 Selanjutnya, Netty A. Pantow, SE. Selaku anggota Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Utara memberikan tanggapannya mengenai keberadaan Orang Asing ini. Ia mengatakan bahwa, sebaiknya yang menjadi fokus pembicaraan dalam rapat kali ini adalah penyelesaian Warga Negara Tanpa Dokumen, yang ingin menjadi WNI dengan data yang sudah ada ini kita mau apakan, serta yang ingin menjadi WN Philipina kita juga mau apakan, inilah yang sebaiknya kita garis bawahi untuk selanjutnya dicari titik temu penyelesaiannya. Anggota Komisi I DPRD Provinsi Sulut, James Tuuk, juga menambahkan bahwa keinginan dari WN Philipina tanpa dokumen ini untuk menjadi WN Indonesia perlu difasilitasi, karena menurut WN tanpa dokumen ini proses untuk memperoleh kejelasan status kewarganegaraan seringkali mendapatkan masalah. Namun setelah diminta detail masalahnya, merekapun tidak mampu menjelaskannya. Sebaiknya ada langkah konkret untuk penyelesaian masalah ini, jangan hanya berakhir di wacana saja, karena sejak dahulu hal ini hanya menjadi wacana dan wacana.

Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala Kantor Wilayah menjelaskan bahwa masalah mengenai orang asing, dibutuhkan kerjasama antar instansi terkait, duduk bersama untuk menemukan penyelesaian yang tepat. Perlu adanya penelusuran data dan informasi yang aktual dari orang asing tanpa dokumen ini, sampai ke negara asalnya yang “katanya” berasal dari Philipina, apa betul mereka adalah warga negara asing dari Philipina? Kita harus memastikan terlebih dahulu status warga negara mereka, kejelasan identitas mereka. Hal ini tidak hanya menjadi tugas dari Imigrasi, dan AHU, tetapi tugas kita bersama-sama dengan Pemerintah Daerah. Penyelesaiannya tidak hanya kita lihat dari sisi Hukum saja, namun dari sudut pandang Politik, karena di saat yang bersamaan, ada juga WN Indonesia yang berada di wilayah Philipina yang dipandang perlu untuk ditemukan sumber permasalahannya, mengingat perlakuan kita terhadap WN Asing Tanpa Dokumen ini mempengaruhi perlakuan Negara tetangga Philipina terhadap WN Indonesia yang berada di sana. Perlu diketahui juga apa yang menyebabkan mereka ke Philipina dan menetap di sana, lalu mengapa yang dari Philipina datang dan menetap di Indonesia, sehingga pemetaan informasi Orang Asing yang akurat dapat dijadikan salah satu data dukung penyelesaian permasalahan ini. Berkaitan dengan hal tersebut, peran Pemerintah Daerah dalam pengumpulan data Identitas Orang Asing yang bermukim di wilayah Sulawesi Utara, serta Orang Indonesia yang berada di Wilayah Philipina juga menjadi salah satu starting point yang baik dalam mewujudkan penanganan yang komprehensif. Karena tidak mungkin kita bisa dengan langsung menetapkan status WN tanpa dokumen ini sebagai WNI, jangan sampai setelah mereka mendapatkan status kewarganegaraannya mereka justru hanya menjadi beban, tidak bisa memberikan kontribusi terhadap Indonesia.

Selanjutnya ibu Netty juga mengatakan bahwa setelah rapat ini sebaiknya ada langkah-langkah nyata yang kita lakukan. Seperti yang kita ketahui penyelesaian masalah ini tidak bisa hanya Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Utara saja, Pemerintah Daerah juga harus berkoordinasi untuk menentukan langkah selanjutnya penanganan masalah ini. Ibu Netty juga menanyakan, tahapan-tahapan apa yang akan dilakukan setelah pertemuan ini.

Menjawab pertanyaan tersebut, Kakanwil menyatakan bahwa sebelum kita memulai proses penetapan status kewarganegaraan, kita perlu menyamakan data dengan pemerintah daerah mengenai identitas WN tanpa dokumen ini. Kejelasan informasi ini adalah langkah awal untuk bisa menentukan sikap mengenai nasib WN tanpa dokumen ini. Nanti akan dilakukan FGD dengan mengundang Instansi terkait untuk dapat membahas lebih lanjut tahapan penyelesaian permasalahan WN tanpa dokumen ini.

Netty menambahkan bahwa kita perlu melakukan crosscheck di lapangan, untuk memastikan data dan informasi awal yang sudah kita miliki bersama. James Tuuk juga menyatakan bahwa penelusuran data WN tanpa dokumen ini juga harus kita telusuri sampai ke Philipina, seperti halnya yang dilakukan oleh pemerintah Philipina yang menelusuri WN Indonesia sampai ke Indonesia, jangan-jangan mereka ini tidak terdaftar di Negaranya, baik Philipina maupun Indonesia. Inilah yang menjadi pokok permasalahannya dan perlu mendapatkan perhatian dan tindakan nyata. Netty juga membenarkan hal tersebut.

 

DPRD2

 

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sulawesi Utara memberikan Rekomendasi untuk penyelesaian permasalahan Warga Negara Tanpa Dokumen, yaitu antara lain, Biro Pemerintahan Prov. Sulawesi Utara bersama-sama dengan Instansi terkait untuk mendata identitas WN tanpa dokumen ini, terutama yang berdomisili di Indonesia, lalu kemudian berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Utara; Siapkan data yang sudah valid, lalu kita selesaikan permasalahan. Biro Pemerintahan segera menyikapi persoalan terkait SAPI – PISANG; Kiranya hal-hal yang perlu ada pembenahan terutama terkait dengan kesiapan daya tampung Lembaga Pemasyarakatan; Pemerintah Daerah perlu menyikapi bantuan penyediaan lahan untuk pembangunan kantor-kantor Unit Pelaksanan Teknis Kementerian Hukum dan HAM.

Rapat Dengar Pendapat ini diakhiri dengan penyerahan Cendramata oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sulut kepada Ketua Komisi I DPRD Provinsi Sulut dan sebaliknya.


Cetak   E-mail